Monday, August 14, 2017

Bab 9 – KONSPIRASI


Awan Biru berbalik menghadap Ketua Yori dan berkata, “Mohon buka semua pakaian Mina dan mohon lakukan pengecekan apakah luka yang ia alami hanya karena jatuh dari tebing atau ada luka lain!”

Walaupun Awan Biru menggunakan kata mohon sebanyak 2 kali namun sesungguhnya perkataannya itu bukanlah permohonan melainkan perintah. Dari nada bicaranya saja dapat terdengar tekanan untuk melakukan hal tersebut secepat mungkin.

Ketua Yori mengangguk dan menyuruh seorang tetua untuk membuka seluruh pakaian Mina Sulastri, sementara Awan Biru menyingkir dan berbalik badan selama pemeriksaan tersebut. Entah kenapa Awan Biru merasa tidak pantas untuk melihat tubuh Mina dalam keadaan tidak berpakaian, lagipula, ia percaya dengan kredibilitas Ketua Yori dalam mengurus permasalahan ini.

‘Tidak mungkin ia berbohong kepadaku,’ Pikir Awan Biru polos.

Seusai memeriksa, Tetua wanita tersebut berdiri sambil menggelengkan kepala sebelum memberi hormat kepada Ketua Yori dan berkata, “Aih, walaupun kematian anak ini disebabkan karena jatuh dari jurang, namun dari dalam tubuhnya diketemukan tanda-tanda serangan silat yang sangat ganas!”

Diam, semua terdiam mendengar analisa dari Tetua tersebut. Ini benar-benar diluar dugaan.

“Apa kau tahu jenis serangan apa yang mengenai Mina?” Tanya Ketua Yori tidak percaya.

“Di dalam tubuhnya terdapat 2 jenis serangan Qi,” Terang Tetua itu, “Kedua Qi tersebut bersifat keras dan menghantam punggung dan dada anak ini. Dari sini dapat terlihat kalau anak ini, sebelum terjatuh, ia melihat orang yang menyerangnya!”

“Aku mengerti,” ujar Ketua Yori pucat, ia tidak tahu siapa penyerang dengan Qi keras tersebut namun semua pengikut Kuil Hati Kudus belajar ilmu silat dengan Qi lembut. Itu berarti tidak ada keterlibatan Kuil Hati Kudus, namun Ketua Yori belum bisa sepenuhnya yakin, “Terima kasih atas analisamu, Tetua”

“Baik, Ketua,” Ujar Tetua wanita tersebut sambil undur diri kembali ke barisan para Tetua.

“Awan Biru,” Ujar Ketua Yori sungguh-sungguh, “Mengenai masalah ini kau tidak perlu khawatir, kami pasti akan melakukan upaya yang terbaik dalam mengungkap siapa pembunuh Mina Sulastri!”

Awan Biru mengangguk, ia percaya penuh dengan ucapan Ketua Yori. Tidak mungkin seorang Ketua sepintar Ketua Yori mau mengorbankan hubungan baik dengan Kuil Nimia hanya karena seorang pelayan. Ia tidak mungkin bertindak gegabah dalam masalah ini.

Awan Biru mengangguk setuju, permasalahan masih belum terang tidak perlu untuk ngotot akan sesuatu yang belum pasti.

Ketua Yori tersenyum lemah ketika melihat Awan Biru tidak mempersulit dirinya. Anak ini benar-benar pintar, jika saja ia tidak mempunyai kelainan didalam tubuhnya dan mampu mempelajari ilmu silat, pasti ia akan menjadi pendekar nomor satu di masa depan.

“Ketua Yori,” Ujar Vira Aura, “Bagaimana dengan upacara pembakaran mayat?”

“Tunda dulu,” Perintah Ketua Yori, “Tempatkan jenazah Mina Sulastri di ruangan peti mati dan berikan pengawet, tidak ada yang boleh masuk ruangan itu tanpa seijinku!”

“Siap, Ketua,” Ujar Vira Aura tegas tidak ada nada khawatir sedikitpun didalam ucapannya.

Setelah itu, Vira Aura dan para murid dengan dibimbing Tetua Ketiga, membawa jenazah Mina Sulastri keluar dari ruangan tersebut menuju rumah duka, tempat para Jenazah dirawat sebelum dimakamkan. Awan Biru yang melihat baimana jenazah Mina Sulastri dibawa, hanya mampu menghela napas sambil menyeka air matanya, ia ingin segera kembali ke paviliunnya untuk mengatur rencana. Namun baru saja ia mau pamit, Pangeran Rio dan pengawalnya masuk ke Aula Utama dan memberi hormat.

“Ada masalah apa, Pangeran Rio?” Tanya Ketua Yori.

“Ketua Yori,” Ujarnya, “Dari semalam hamba mendengar ribut-ribut di seluruh penjuru Kuil Hati Kudus dan menjadi tidak tenang. Ketika hamba bertanya dengan seorang murid, ia menjelaskan kalau seorang Pelayan kesayangan Tuan Awan Biru menghilang entah kemana. Sayang hamba tidak tahu seperti apa rupa pelayan kesayangan Tuan Awan Biru tersebut, jika tidak hamba pasti akan turut membantu pencarian itu”

“Terima kasih atas simpatinya,” Ujar Awan Biru dengan nada sopan, “Tapi pelayanku yang hilang itu sudah ketemu!”

“Apa?” Seru Pangeran Rio tidak percaya, “Ah, tidak, maksudku, itu sungguh berita baik!”

Mendengar ucapan Pangeran Rio, mau tidak mau membuat Awan Biru dan Ketua Yori menjadi curiga.

“Akan tetapi pelayanku itu sudah tidak bernyawa lagi,” Tambah Awan Biru dingin sambil memperhatikan setiap gelagat Pangeran Rio.

“Aih, itu sangat disesalkan,” Ujar Pangeran Rio bersimpati, “Apakah kau tahu apa penyebab kematiannya?”

“Masih dalam penyelidikan, Pangeran Rio,” Potong Ketua Yori, dia sudah berjanji untuk menangani kasus ini dengan penuh kehati-hatian dan tidak ingin urusan ini menjadi melebar, “Lebih dari itu, apa penyebab kedatangan Pangeran hari ini? Tidak mungkin hanya untuk menanyakan hal ini, kan?”

“Sebenarnya, karena Turnamen Internal Kuil Hati Kudus telah selesai, maka hamba hari ini ingin pamit kepada Ketua untuk kembali ke Kerajaan Hilram,” Pangeran Rio berbicara dengan penuh senyum, bagaimanapun juga ia tinggal di Kuil Hati Kudus semata-mata karena undangan Ketua Yori untuk menyaksikan Turnamen Internal dan kini turnamen itu telah berakhir, tidak ada alasan lagi baginya untuk tinggal disini.

“Tidak! Sampai pembunuh Mina Sulastri diketemukan tidak ada satu orangpun yang boleh keluar dari Kuil Hati Kudus,” Ujar Awan Biru serius, “Aku mohon maaf, Pangeran Rio. Namun, anda dan pasukan anda tidak boleh keluar dari tempat ini sampai masalah ini jelas!”

“Yang benar saja,” Ujar Pangeran Rio tidak percaya, “Aku mau keluar dari tempat ini sekarang atau nanti itu tidak ada hubungannya denganmu, Tuan Awan Biru! Ketua Yori, kami akan pamit sekarang!”

“Aih, keadaan sekarang sudah begini,” Ujar Ketua Yori menggelengkan kepalanya sambil menghela napas, “Mohon maaf, Pangeran Rio. Tapi, kami belum bisa memberikan ijin keluar dari Perguruan Kuil Hati Kudus sampai pembunuh Mina Sulastri diketemukan. Kami akan mengabari Raja Hilram secepat mungkin mengenai masalah ini dan aku sendiri yang akan datang untuk bertemu paduka Hilram, untuk meminta maaf atas kejadian ini di masa mendatang! Aku benar-benar minta maaf atas masalah ini!”

“Apa-apaan ini!” Raung Pangeran Rio gagal menahan emosi, “Memangnya kalian pikir kalian siapa? Aku ini adalah Pangeran keenam dari Kerajaan Hilram, Kerajaan Hilram!! Kerajaan yang menaungi perguruan ini, apa kalian pikir kalian bisa bertingkah seenaknya terhadap diriku?”

“Aku benar-benar meminta maaf, Pangeran Rio,” Ujar Ketua Yori menghela napas panjang, “Tapi, keputusan kami sudah bulat. Sebaiknya Pangeran Rio kembali ke paviliun anda!”

“Ugh!” Pangeran Rio melotot ke arah Ketua Yori dan Awan Biru bergantian, sebelum keluar dari Aula Utama dengan penuh emosi, “Ayo kita kembali!”

“Terima kasih atas bantuan ketua,” Ujar Awan Biru sungguh-sungguh ketika Pangeran Yori dan rombongannya pergi, “Aku sangat paham betapa besarnya bantuan ini kepadaku!”

“Baguslah kalau kau mengerti,” Ujar Ketua Yori tanpa basa basi, ia telah memperlakukan duta negara dengan tidak sopan, jika Awan Biru tidak mengerti betapa beratnya situasi yang dia tanggung tentu Ketua Yori akan memandang rendah Awan Biru.

“Kalau begitu, aku permisi dulu,” Ujar Awan Biru.

Sesampainya di Paviliun pribadinya, Awan Biru langsung menyuruh semua pelayan untuk keluar dari ruangannya. Setelah memastikan tidak ada lagi orang selain dirinya, barulah Awan Biru merasa lega dan berseru, “Kedua paman, keluarlah sekarang!”

Sedetik kemudian, entah dari mana datangnya, 2 bayangan muncul disisi kanan dan kiri Awan Biru. Bayangan tersebut perlahan menjadi jelas dan menampilkan 2 sosok pria setengah baya dengan rambut yang memutih, mereka berdua memakai jubah biksu berwarna hitam yang berbeda dengan jubah biksu Kuil Nimia pada umumnya.

“Salam, Paman Putih. Salam, Paman Hitam,” Ujar Awan Biru penuh hormat, “Semoga dewa selalu menunjukkan belas kasihnya kepada kita!”

“Salam, Awan Biru,” Jawab kedua pria tersebut.

Walaupun Kuil Nimia dan Kuil Hati Kudus merupakan teman baik dan terikat pernikahan antara kedua muridnya, namun Para Tetua Utama Kuil Nimia tetap merasa khawatir atas keselamatan dan keamanan Awan Biru. Mereka lalu mengutus 2 pendekar bawah tanah (Pendekar bawah tanah merupakan pendekar-pendekar yang bersedia mengorbankan nama dan hidupnya demi kemajuan sekte ataupun perguruannya. Biasanya mereka melakukan pekerjaan-pekerjaan gelap secara rahasia) untuk melindungi Awan Biru. Walaupun mereka pendekar bawah tanah namun kesaktian mereka tidaklah sembarangan, mereka berdua telah mencapai tingkatan Inti bercahaya menengah, sebuah tingkatan yang dapat membuat Kerajaan Hilram kewalahan.

“Paman Putih, Paman Hitam, aku mempunyai permohonan kepada kalian”

“Apakah ini mengenai Mina Sulastri?” Tanya pria berjulukan Paman Putih itu.

Awan Biru mengangguk cepat, “Aku menduga ada yang tidak beres dengan kematian Mina, kumohon agar paman sekalian bersedia membantuku”

“Aku mengerti,” Ujar Paman Hitam, “Aku akan menginvestigasi ulang kematian Mina Sulastri!”

“Aku akan menyelidiki Pangeran Rio,” Kata Paman Putih, “Timing dia untuk meminta pulang berdekatan dengan kematian Mina Sulastri, aku curiga kalau dia ada hubungannya!”

“Aku percayakan masalah ini kepada paman sekalian!” Ujar Awan Biru memberi hormat.

Kedua paman itu mengangguk sebelum kembali menghilang seperti bayangan. Dalam ilmu menyembunyikan diri ataupun menghilangkan hawa keberadaan, kedua orang ini merupakan ahlinya. Hanya Ketua Yori saja yang tahu mengenai keberadaan kedua orang ini.


Sementara itu, di sebuah tempat di komplek para tetua, Vira Aura berlutut sambil menangis akibat ditampar berulang-ulang oleh seorang wanita. Beruntung ruangan tersebut telah disegel dengan menggunakan formasi Qi, sehingga tidak ada suara yang dapat keluar dari ruangan itu.

“Berani – beraninya kau bertingkah seperti itu!” Ujar Wanita tersebut sambil menampar Vira Aura sekali lagi.

“Ampuni aku, ibu,” Raung Vira Aura menangis.

“Huh! Beruntung aku yang disuruh memeriksa oleh Ketua Yori,” Kata Wanita yang ternyata adalah Tetua yang memeriksa jenazah Mina Sulastri tadi, dia merupakan salah satu dari para Tetua Dalam yang berada 1 tingkat dibawah Tetua Utama, “Jika tetua lain yang disuruh memeriksa, mungkin kau sudah ketahuan!”

“Iyah, itu sungguh suatu keberuntungan,” Ujar Vira Aura sambil menyeka air matanya, “Aku benar-benar kaget ketika bocah itu meminta untuk melakukan pemerikasaan secara menyeluruh, kukira dengan tubuh yang hancur seperti itu, ia akan buru-buru melakukan upacara pembakaran!”

“Aih, dasar anak bodoh,” Ujar Tetua bernama Windi Aura ini, “Awan Biru itu sangat pintar, itu sebabnya ibu menyuruhmu untuk mendekatinya agar ia menjadikanmu istri keduanya! Siapa sangka kau sangat tolol dan tidak mampu melakukan hal tersebut! Yang ada kau malah bergaul dengan Pangeran Keenam yang tidak punya masa depan itu!”

“Ibu tidak perlu sekeras itu,” Ujar Vira Aura merajuk, “Aku dan Pangeran Keenam hanya bersenang-senang, aku bahkan menjaga diriku agar tidak hamil, ibu.”

“Bagus kalau kau masih punya pikiran seperti itu!” Kata Windi Aura masih kesal, “Aih, Vira, sudah berapa kali aku ingatkan kalau kita ini dalam pelarian! Jika Sekte Jiwa Hitam itu tahu keberadaan kita di tempat ini, maka akan habislah nyawa kita ini!”

“Aku menyesal, ibu!”

“Aih, seandainya saja kau bisa mendapatkan perlindungan dari Kuil Nimia tentu aku tidak akan sekeras ini kepadamu!” Lanjut Windi Aura, “Dan lagi, kenapa juga kau harus membunuh pelayan itu?”

“Ibu, aku sudah menceritakan semuanya kepadamu, kan?” Kata Vira Aura mendekati kaki ibunya yang tengah duduk diatas kursi, “Pelayan nakal itu melihat hubungan gelapku dengan pangeran keenam, jika aku tidak membunuh dia pasti aku yang akan dibunuh oleh Ketua Yori!”

“Ah, ini benar-benar menjadi masalah yang memusingkan kepalaku,” Ujar Windi Aura mengurut-urut keningnya, “Seandainya saja kau bukan anakku, mungkin aku sudah mengikatmu dan mengirimmu ke hadapan Ketua Yori dan Awan Biru!”

“Ibu jangan berkata seperti itu,” Ujar Vira Aura merajuk, “Di dunia ini hanya tinggal kita berdua saja, keluarga kita semua sudah meninggal dibunuh sekte jiwa hitam. Jika bukan ibu yang  melindungi aku, lalu siapa yang akan membela aku?”

Mendengar hal tersebut membuat perasaan Windi Aura menjadi lemah, bagaimanapun kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya sungguh sangatlah besar.

“Nasi sudah menjadi bubur, bicara apapun tidak akan merubah yang sudah terjadi,” Ujar Windi Aura, “Walaupun demikian, situasi yang berbahaya masih belum berlalu dari dirimu. Pangeran Keenam itu hanya kuat dipermukaan saja namun didalamnya ia merupakan seorang pengecut! Jika dirinya terasa terancam maka ia akan membuka mulut dan memberitahukan kepada semua orang mengenai skandal antara kau dan dirinya. Bukan itu saja, ibu yakin ia juga akan bercerita kalau kau ikut membunuh Mina Sulastri bersamaan dengan dirinya. Jika itu terjadi maka dipastikan kau akan mati oleh Ketua Yori ataupun Kuil Nimia.”

“Lalu, apa yang sebaiknya aku lakukan, ibu?” Ujar Vira Aura ketakutan, “Aku benar-benar sudah tidak tahu harus berbuat apa lagi!”

“Hanya ada 1 cara,” Ujar Windi Aura sungguh-sungguh, “Namun cara ini sangat berbahaya, 1 kesalahan saja maka nyawamu dan nyawaku akan musnah!”

“Hah, itu bukan barang baru bagiku,” Ujar Vira Aura, “Selama masih ada cara pasti akan aku lakukan. Taruhan nyawa tidak menakutkan bagi kita kan,bu?”

Windi Aura mengangguk senang mendengar ucapan Vira Aura. Sejak Vira Aura masih kecil mereka selalu bergesekan dengan maut, mati sekarang atau mati nanti bukanlah masalah bagi ibu dan anak ini.

“Sekarang katakan rencana ibu itu apa?”

“Rencana ibu adalah mengorbankan Pangeran Keenam dan Awan Biru!”

“Mengorbankan?” Vira Aura mengerutkan keningnya.

“Saat ini hubungan Kuil Nimia dan Kuil Hati Kudus sangatlah erat,” Windi Aura menjelaskan, “Namun hubungan erat itu semata-mata hanya karena keberadaan Awan Biru. Mengenai permasalah ini juga sama, seorang pelayan meninggal dunia sebenarnya hal yang normal di perguruan manapun, terlebih jika pelayan itu tidak bisa ilmu silat dan cacat, namun hal ini menjadi besar hanya karena Awan Biru! Bisa dibilang, permasalahan ini bersumber karena bocah itu!”

“Ibu menyuruhku membunuh Awan Biru?” Seru Vira Aura kaget.

“Tepat sekali!”

“Tapi, bagaimana dengan Kuil Nimia?”

“Disitulah peran Pangeran Keenam,” Ujar Windi Aura dengan senyum licik, “Kita akan meminjam tangan pangeran keenam untuk membunuh Awan Biru, dengan begitu kita pasti aman dari amukan Kuil Nimia! Kau tidak perlu takut, pria dengan otak pendek seperti Pangeran Keenam tidak akan bisa membaca maksud kita! Kemarikan telingamu

Windi Aura mulai membisikkan rencana detilnya kepada Vira Aura dan perlahan wajah Vira Aura menjadi pucat.

“Tapi,” Ujar Vira Aura ragu-ragu mendengar rencana ibunya itu.

“Jangan takut,” Ujar Windi Aura membelai rambut anaknya dengan lembut, “Rencana ibu pasti berhasil. Kau hanya perlu membujuk Pangeran Keenam agar mau melakukan apa yang ibu bilang tadi, sementara sisanya serahkan saja kepada ibu!”

“Baik bu,” Ujar Vira Aura setuju, “Makasih banyak, ibu!”

Dini hari, Windi Aura masih bersemedi dengan posisi bunga teratai di dalam ruangannya. Ia mengatur pernapasannya dan perlahan tenaga Qinya mulai meningkat hingga mencapai tingkatan Inti kembar awal. Ini sungguh mengagetkan karena tenaga Qi milik Windi Aura harusnya hanya mencapai tahap awal Inti bercahaya.

Ilmu silat Sekte Jiwa Hitam memang sangat hebat, tidak heran mereka bersedia mengerahkan banyak uang dan tenaga untuk mencari kami dan memaksa kitab ini kembali ke tangan mereka!” Ujar Windi Aura puas, “Beruntung aku berhasil menembus tingkatan Inti kembar awal dalam 1 tahun terakhir ini. Jika tidak, aku dan Vira pasti berada dalam bahaya besar! Hmm, rupanya para anjing penjaga Awan Biru sudah mulai bergerak. Sebelum menghabisi majikannya, habisi dulu anjing penjaganya!”

Sedetik kemudian Windi Aura telah menghilang dari ruangannya dan bergerak mengejar pendekar bawah tanah milik Awan Biru.









No comments:

Post a Comment