Saturday, August 12, 2017

BAB 6 – Perpisahan

BAB 6 – Perpisahan

Setelah selesai berdandan, Risa Biru langsung keluar dan menemui Awan Biru yang tengah berdiskusi dengan para Tetua Kuil Nimia, di antara mereka juga terdapat Ketua Yori dan 2 Tetua Kuil Hati Kudus.

“Murid memberi hormat kepada para Tetua,” Kata Risa Biru sopan dan langsung mengambil posisi disamping Awan Biru.

Melihat pasangan suami istri baru ini saling memandang dengan pandangan mencinta, mau tidak mau membuat para tetua yang ada disitu menjadi salah tingkah. Mereka semua telah berusia lanjut namun dari muda mereka telah membatasi diri mereka dan berfokus dalam ilmu silat, sehingga melihat pasangan ini membuat diri mereka merasa sedikit malu.

“Apa yang sedang kalian bicarakan?” Tanya Risa Biru kepada Awan.

“Ah, itu,” Ujar Awan Biru bingung.

“Kami membicarakan mengenaimu, Risa,” Kata Tetua leluhur lembut, “Saat ini kamu telah menjadi istri sah dari Awan Biru, itu berarti kamu juga murid dari Kuil Nimia. Aku sudah berbicara dengan gurumu, mulai hari ini, kamu akan ikut kami pulang ke Kuil Nimia dan berlatih disana.”

“Tapi,” Ujar Risa Biru menatap Awan, “Bukankah Awan akan tinggal disini untuk berlatih ilmu hati kudus?”

“Awan memang tinggal disini,” Kata Tetua leluhur lagi, “Mungkin ini sangat tidak enak, mengingat kalian baru menikah kemarin. Namun, keputusan telah dibuat! Percayalah, berlatih silat di Kuil Nimia merupakan kesempatan yang luar biasa langka. Dengan talenta yang kamu miliki dan didukung sumber daya Kuil Nimia, tidak menutup kemungkinan kamu bisa mencapai tingkatan Inti Bercahaya sebelum berusia 25 tahun!”

“Tapi,” Ujar Risa Biru khawatir melihat Awan. Saat ini Risa bukanlah Risa Aura yang mengejar ilmu silat siang dan malam, dia kini menjadi Risa Biru, seorang istri yang harus berada di sisi suaminya.

Ketua Yori hanya menghela napas mendengar keraguan Risa. Ia tahu bagaimana perkawinan dapat mengubah wanita 180 derajat.

“Risa,” Ujar Ketua Yori, “Aku tahu hal ini sangatlah berat, namun Awan membutuhkan kemampuan ilmu silatmu. Jika kau tidak sungguh-sungguh dalam berlatih silat maka Awan akan berada dalam bahaya!”

“Ah,” Risa melirik Awan Biru dan mulai ingat kalau bocah disampingnya ini hanya memiliki kekuatan di tingkat 3 Pembuka Energi. Bahkan anak umur 7 tahun mempunyai kekuatan yang lebih baik daripada Awan.

“Awan, kamu adalah suamiku,” Kata Risa Biru sungguh-sungguh, “Bagaimana menurutmu mengenai hal ini, apakah aku harus ikut ke Kuil Nimia dan berlatih ilmu silat dengan para gurumu, ataukah aku tetap disini dan berada disampingmu?”

“I..Ini,” Kata Awan Biru ragu-ragu, ia masih seorang bocah dan tidak mengerti apapun, sepanjang hidupnya ia hanya mengandalkan petunjuk Tetua Leluhur atau para tetua lainnya. Awan Biru merupakan anak polos dan jujur, walaupun ia mahir dalam berbagai disiplin ilmu selain silat, namun sifatnya yang belum mengenal dunia membuat dirinya masih sangat naif, “Kurasa apa yang dikatakan Tetua leluhur sudah tepat. Kamu hanya perlu menurutinya!’

Wajah Risa Biru langsung berubah menjadi tidak enak mendengar ucapan Awan. Bagaimanapun dia adalah istrinya, bagaimana mungkin ia bisa menyuruh istrinya sendiri pergi ke suatu tempat yang jauh seorang diri! Namun Risa Biru berusaha mengerti, cepat-cepat ia mengubah raut mukanya menjadi lebih tenang dan mulai tersenyum, “Jika suamiku telah berkata seperti itu, maka sebagai istri, aku akan menurutinya. Tetua leluhur, aku bersedia untuk berlatih di Kuil Nimia!”

“Bagus, bagus,” Ujar Tetua leluhur sambil tertawa senang, ia tahu bagaimana perasaan Risa Biru, namun hal ini dia lakukan untuk kebaikan suami istri ini sendiri, “Kita akan berangkat siang ini. kamu bisa mempersiapkan dirimu!”

“Siang ini?” Seru Risa Biru tidak percaya, “Mengapa begitu cepat?”

“Sebenarnya tidak bisa dibilang cepat juga, Risa,” Ujar Tetua Kelima, “Perjalanan Tetua Leluhur dan Awan Biru ke tempat ini telah memakan waktu hampir 1 tahun. Kami rasa sudah waktunya untuk Tetua Leluhur kembali ke Kuil Nimia.”

“Aku mengerti,” Kata Risa Biru seraya bangkit, “Kalau begitu aku permisi terlebih dahulu untuk mempersiapkan barang bawaanku.”

Risa Biru memberi hormat dan melemparkan pandangan kepada Awan sebelum pergi dengan tampang kesal.

“Kurasa kamu harus menyusulnya dan membantunya mempersiapkan barang bawaan, Awan,” Kata Ketua Yori serius.

“Ah, baiklah,” Kata Awan Biru buru-buru dan berlari meninggalkan para tetua.

“Dasar anak muda!” Kata Tetua leluhur tertawa yang diikuti oleh semua yang ada disitu.


“Apa kamu benar-benar menginginkan aku untuk berlatih silat di Kuil Nimia?” Tanya Risa Biru nelangsa kepada Awan.

Awan mengangguk serius, “Aku membutuhkan kemampuanmu, Risa.”

“Tapi, kita baru bertemu selama 1 bulan,” Kata Risa pelan, “Walaupun aku telah menjadi isterimu namun hubungan kita hanya sekejab saja. Aku takut ketika aku pergi berlatih ilmu silat selama bertahun-tahun maka kamu akan melupakan diriku dan beralih ke perempuan lain!”

Awan Biru terdiam mendengar ucapan Risa, istrinya itu. seseorang tidak boleh lupa kalau Awan barulah berusia 13-14 tahun sementara Risa telah berusia 19 tahun, selain itu, Awan Biru merupakan anak laki-laki yang pertumbuhan kedewasaannya jauh lebih lambat daripada perempuan. Tidak peduli seberapa cerdasnya dia, menghadapi situasi seperti ini membuat Awan Biru mati kutu. Sejujurnya, semua pria pasti mati kutu dihadapan istrinya apalagi seorang bocah.

Awan Biru menundukkan kepalanya, ia tidak berani menatap mata istrinya. Didalam hatinya ia benar-benar heran, bagaimana mungkin seorang wanita seperti dewi yang bermesraan semalam dengan dirinya dapat mengeluarkan tatapan seperti seekor singa yang hendak menerkam!

Melihat tingkah Awan Biru yang terdiam, mau tidak mau membuat Risa Biru menghela napas. Ia sadar kalau suaminya masih sangat muda!

‘Aku yang harus membimbing dia sampai dewasa,’ Pikir Risa Biru sungguh-sungguh, ‘Tetua leluhur benar, dimasa depan dia akan menjadi orang besar dan harus ada yang mampu melindungi dan membimbing dirinya! Aku adalah istrinya, sebagai istri yang baik aku harus mampu melakukan itu semua. Baiklah, aku akan menuruti perintah Tetua Leluhur. Akan tetapi, harus ada jangka waktunya!’

“Baiklah,” Ujar Risa Biru, “Asal kamu berjanji tidak akan main mata dengan perempuan lain, maka aku akan menuruti permintaan Tetua Leluhur dengan sungguh-sungguh!”

“I..Ini,” seru Awan Biru terdiam, dia tidak mengerti kenapa Risa harus bersikap seperti ini, bukankah dia sudah menjadi istrinya? Sudah sewajarnyakan dia sebagai suami untuk bersikap setia terhadap istri, “Tentu saja! Aku berjanji tidak akan bermain mata dengan wanita manapun selain dirimu!”

“Apa kamu yakin?”

“Aku yakin!” Kata Awan Biru sungguh-sungguh sambil menggenggam kedua tangan istrinya.

Melihat kesungguhan Awan Biru membuat kegundahan hati Risa menjadi sirna. Ia mengangguk dan membalas genggaman tangan suaminya, karena suaminya baru masuk ke masa puber sehingga tangan Risa sedikit lebih besar daripada tangan Awan, namun mereka berdua tidak mempermasalahkan hal itu. sedikit demi sedikit tubuh mereka semakin mendekat sebelum akhirnya menyatu dan tidak terpisahkan.


Siang harinya rombongan Kuil Nimia telah bersiap untuk pulang, namun berbeda dengan hari keberangkatan, kali ini turut serta dalam rombongan kuil Nimia, 10 orang gadis dari Kuil Hati Kudus. 1 orang dari mereka adalah Risa Biru, sementara 9 orang lainnya adalah murid Kuil Hati Kudus yang bertugas melayani Risa Biru. Tentu saja, walaupun disebut melayani namun sesungguhnya kesembilan murid itu merupakan murid terbaik yang dimiliki Kuil Hati Kudus, sebagai pelayan Risa Biru tentu mereka akan mendapatkan berbagai keuntungan dari Kuil Nimia dalam perkembangan ilmu silatnya. Inilah yang dikatakan Jahe semakin tua semakin pedas. Walaupun Ketua Yori gagal mempertahankan posisi Kuilnya dan jatuh menjadi perguruan tingkat 3 namun pengalaman hidup membuat dirinya pandai dalam memainkan kartu yang ia miliki. Dalam keadaan seperti inipun ia berhasil memanfaatkan semua keuntungan yang bisa ia peroleh. Sungguh wanita yang sangat mengerikan.

Tetua leluhur hanya bisa tersenyum sambil menggelengkan kepala ketika melihat Ketua Yori meletakkan para pelayan untuk Risa. Sekali lihat saja, ia sudah bisa menilai kemampuan silat mereka dan menebak rencana Ketua Yori. Tentu saja ia tidak memandang buruk terhadap Ketua Yori, justru sebaliknya, ia memuji rencana ini. jika hal begini saja ia tidak mampu melaksanakannya maka ia tidak pantas menjadi seorang Ketua perguruan silat. Begitulah kira-kira pandangan Tetua Leluhur kepada Ketua Yori.

“Guru,” Ujar Tetua kelima, “Semua sudah siap, kita bisa segera berangkat!”

Tetua leluhur mengangguk dan berpamitan kepada semua orang termasuk Awan Biru. Ia memeluk murid kesayangannya itu dan menyerahkan sebuah cincin.

“Ini cincin dimensi,” Ujar Tetua Leluhur menjelaskan, “Didalam cincin ini tersimpan banyak ramuan dan pil yang mampu mendukung latihanmu. Selain itu, terdapat juga berbagai buku silat yang Guru anggap cocok untukmu dan beberapa ratus koin emas untuk jaga-jaga. Jika kamu telah menembus tingkatan Kulminasi Energi, maka kirimkan surat kepadaku, aku pasti akan menyuruh salah seorang tetua untuk mengantarkan kitab silat lain yang lebih kuat dan lebih tinggi tingkatannya!”

“Murid mengerti, guru!” Ujar Awan Biru.

“Tidak perlu kamu takut kalau cincin ini akan direbut orang lain,” Kata Tetua leluhur, “Cincin ini mempunyai formasi Qi dan rune yang sangat rumit, selain aku dan dirimu, tidak ada satu orangpun didunia ini yang mampu membukanya. Selain itu, cincin ini juga akan membantumu ketika dirimu dalam bahaya!”

“Benarkah?” Seru Awan Biru terharu, “Guru sungguh baik kepadaku. Murid sangat berterima kasih!”

“Anak bodoh, tentu saja seorang Guru harus memperhatikan muridnya!” Kata Tetua leluhur tertawa, “Baiklah, kalau begitu kami berangkat dulu!”

Tetua leluhur dan seluruh rombongan Kuil Nimia menaiki elang raksasa masing-masing. Rombongan Kuil Kudus berada diatas elang yang sama dengan Tetua leluhur dan Tetua kelima, sementara tetua keempat dan para murid Kuil Nimia lainnya berada di elang yang lain. Selagi mereka semua menaiki elang, Risa menatap Awan Biru dengan pandangan penuh kekhawatiran.

“Suamiku,” Ujarnya, “Walaupun kamu adalah tamu agung di Kuil Hati Kudus, kamu tetap tidak boleh berlaku seenaknya! Bagaimanapun juga semua orang yang ada disini adalah keluargaku semenjak kecil. Perlakukan para tetua seperti kamu memperlakukan guru-gurumu di Kuil Nimia, sebab bagaimanapun juga mereka adalah guruku, guru istrimu. Mereka yang merawat aku semenjak kecil dan menggantikan peran orangtuaku.”

“Aku mengerti, istriku,” Ujar Awan Biru sungguh-sungguh, “Aku akan memperlakukan mereka seperti orangtuaku sendiri. Kamu jangan khawatir!”

Risa Biru mengangguk senang, “Aku akan mengirimkanmu surat sesering mungkin,” Kata Risa Biru, “Kuharap kamu dapat selalu membalasnya.”

“Tentu saja,” Kata Awan Biru, “Kirimkan surat kepadaku setiap hari, dengan begitu aku akan selalu mengingatmu”

Risa tertawa geli mendengar ucapan Awan, “Mana mungkin aku dapat mengirimkanmu surat setiap hari, jarak antara Kuil Nimia dan Kuil Hati Kudus saja terpisah ribuan kilo. Baiklah, aku akan mengirimkan surat untukmu seminggu sekali, bagaimana?”

“Seminggu sekali juga bagus!” Kata Awan Biru tersenyum lebar.

Kedua sejoli itu berpelukan sebelum akhirnya berpisah. Risa Biru menaiki elangnya sambil melambaikan tangan kepada Awan Biru dan memberi hormat kepada semua guru-gurunya.

“Murid pergi untuk menuntut ilmu,” Ujarnya sungguh-sungguh, “Murid pasti akan kembali dengan membawa perkembangan yang tidak memalukan!”

“Aku percaya itu, Risa,” Ujar Ketua Yori tersenyum lembut, “Berlatihlah dengan sungguh-sungguh dan pelajarilah semua yang bisa kamu pelajari. Aku yakin, ilmu apapun yang kamu pelajari tidak akan berakhir sia-sia untuk masa depanmu.”

“Aku mengerti, guru,” Ujar Risa Biru lagi, “Mohon guru dan para tetua semua menjaga kesehatan. Murid pasti kembali secepat mungkin!”

Mendengar itu semua tetua menjadi tersenyum puas dan memberikan kata-kata berkatnya. Bagaimanapun hubungan mereka dengan Risa bukan sekadar hubungan Guru dan murid biasa, namun lebih seperti keluarga.

Elang-Elang yang membawa rombongan Kuil Nimia perlahan mulai mengibaskan kedua sayapnya dan mulai terbang tinggi melintasi awan-awan yang membumbung dilangit. Hanya dalam hitungan detik, elang-elang raksasa itu sudah tidak lagi terlihat.


2 Hari kemudian, rombongan Kuil Nimia telah tiba di Gunung Nimia. Walaupun disebut Gunung Nimia, namun sesungguhnya wilayah kekuasaannya mencapai ratusan kilometer ke segala arah dengan Gunung Nimia sebagai pusatnya. Burung-Burung elang itu mulai berterbangan menuju bukit hanya burung elang yang membawa rombongan Risa Biru saja yang memisahkan diri dan mendarat di kaki gunung.

Di kaki gunung tersebut berdiri banyak sekali paviliun-paviliun yang tertata rapi dan membentuk komplek demi komplek. Diantara sekian banyak paviliun terdapat 1 paviliun megah dan tinggi mencapai 8 lantai, Elang yang membawa Tetua leluhur dan rombongan Risa Biru berhenti di paviliun tersebut.

“Ini merupakan paviliun Biru,” Ujar Tetua leluhur, “Tempat kediaman keluarga Biru ketika berkunjung ke Kuil Nimia. Tentu saja, diatas juga ada Paviliun milik keluarga Biru juga, namun wanita tidak diijinkan masuk ke Kuil Nimia kecuali ada situasi khusus. Kuharap Nyonya Biru bisa mengerti akan hal ini”

Risa Biru mengangguk sambil tersenyum, ia senang dipanggil dengan sebutan Nyonya Biru, ada rasa kebanggaan dalam sapaan tersebut.

“Aku mengerti, guru,” Ujar Risa Biru.

“Ayo masuk, aku akan memperkenalkanmu dengan pengurus paviliun ini”

Risa dan rombongannya mengikuti Tetua leluhur masuk ke dalam paviliun, mereka disambut 10 wanita tua yang membungkuk memberi hormat kepada mereka semua.

“Salam kepada Tetua leluhur,” ujar pemimpin wanita tersebut, “Semoga dewa menunjukkan belas kasihannya kepada kita”

“Salam, nyonya Uli,” Semoga dewa menunjukkan belas kasihannya kepada kita. Nyonya Uli, mari aku perkenalkan dengan istri Awan Biru, Nyonya Risa Biru. Secara sah dialah pemilik paviliun ini sekarang.”

“Salam, Nyonya Biru,” kata Nyonya Uli hormat, “Semoga dewa menunjukkan belas kasihannya kepada kita”

“Salam, Nyonya Uli,” Balas Risa Biru, “Semoga dewa menunjukkan belas kasihannya kepada kita”

Tetua leluhur mengangguk melihat itu dan dari cincin dimensinya, ia mengeluarkan sebuah stemper berlambang burung rajawali emas dan menyerahkannya kepada biru beserta sebuah cincin dimensi.

“Ini merupakan stempel klan Biru,” ujar Tetua leluhur, “Kuharap kamu bisa menjaganya dengan baik. lalu, cincin ini merupakan cincin dimensi milik Klan Biru, kamu bisa menyimpan barang-barang yang kamu mau ke dalam cincin tersebut!”

Risa Biru tersentak menerima cincin dimensi tersebut. Di Planet Miraj, Cincin Dimensi merupakan benda pusaka yang tidak ternilai. Bahkan Cincin Dimensi kualitas terendah sekalipun dapat menimbulkan perang antar kerajaan, apalagi Cincin Dimensi kualitas terbaik yang diberikan oleh Tetua leluhur ini.

“Sama seperti cincin dimensi yang kuberikan kepada Awan, cincin ini dilindungi oleh formasi Qi dan rune yang rumit. Jika kau mengunci cincin ini dengan darah, maka selain dirimu tidak ada lagi yang bisa membuka cincin tersebut,” Tetua Leluhur menjelaskan, “Lalu, cincin milikmu dan cincin Awan Biru saling berhubungan. Walaupun tidak bisa berkomunikasi namun kalian akan tahu keadaan pasangan kalian, jika salah satu diantara kalian meninggal dunia, maka cincin ini akan mengabarkannya!”

“Aku mengerti, Tetua leluhur,” ujar Risa Biru, “Terima kasih banyak atas perhatian Tetua leluhur terhadap keluarga kecil kami!”

“Tidak masalah,” Ujar Tetua leluhur mengibaskan tangannya, “Baiklah, kalau begitu kamu bisa berdiskusi dengan Nyonya Uli mengenai paviliun ini. Aku akan kembali ke Kuil Utama. Besok Tetua Kelima, pamanmu, akan kemari untuk memberikanmu kitab-kitab silat dan berbagai ramuan serta pil untuk menunjang latihanmu. Apa kamu mengerti?”

“Aku mengerti, Tetua leluhur”

“Kalau begitu, aku pamit,” Ujar Tetua leluhur, “Salam”

“Salam, Tetua leluhur”


Setelah itu, Risa Biru langsung menyusun paviliun tersebut dengan terstruktur dan rapi. Ia menyewa puluhan pelayan yang berada di bawah para pelayan tua tersebut dan menggandakan gaji para pelayan tua yang setia tersebut. Tindakan-tindakan Risa Biru membuat para pelayan yang ada disana menyukai majikan barunya tersebut, ia adil, cantik dan pintar.





No comments:

Post a Comment